Sertifikasi
produk adalah pemberian jaminan tertulis dari pihak ketiga independen bahwa
suatu produk beserta proses yang
mendukungnya telah memenuhi persyaratan kesehatan, keamanan, keselamatan dan
lingkungan. Sertifikasi produk pangan
telah diatur oleh Pemerintah melalui Undang-Undang Pangan, Undang-Undang
Perikanan dan Undang-Undang lainnya. Standar produk dan proses pengolahan serta
prinsip keamanan pangan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan pembinaan mutu.
Untuk
produk olahan perikanan, sertifikat yang diperlukan adalah Sertifikat Kelayakan
Pengolahan (SKP) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Sertifikat
Tanda Standar Nasional Indonesia (SNI) dari Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro),
PIRT dan MD untuk ijin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sertifikat MD diwajibkan bagi produk olahan
yang masuk kategori berisiko tinggi (high
risk) dari sisi keamanan pangan, adapun produk olahan perikanan yang
mempunyai kategori risiko rendah (low
risk) cukup dengan label PIRT. Produk
olahan perikanan yang masuk dalam kategori high
risk adalah produk yang “basah” sehingga memerlukan penanganan ekstra
hati-hati seperti misalnya baso, otak-otak, kaki naga, siomay, chikuwa,
empek-empek. Sedangkan produk perikanan
yang masuk kategori low-risk seperti
abon ikan, ikan asin kering, terasi
udang, kerupuk ikan.
Penerapan sertifikasi pada produk
perikanan tak hanya menjamin soal mutu, namun juga bisa memperkuat nilai di
mata konsumen. Sertifikasi bisa dijadikan sebagai senjata yang ampuh untuk
pemasaran, karena sekarang konsumen sudah mulai peduli terhadap mutu produk
yang akan dibeli. Banyak contoh pelaku usaha yang mendapati permintaan produknya
naik setelah bersertifikat.
Oleh Samsi Haryono
Pola Artikel: Deduktif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar