Andrea Hirata, Penulis Novel ‘Laskar Pelangi’
Memberikan Royalti Laskar Pelangi untuk
Perpustakaan Sebuah Sekolah Miskin
Menjadi seorang penulis novel terkenal mungkin tak pernah ada dalam
pikiran Andrea Hirata sejak masih kanak-kanak. Berjuang untuk meraih
pendidikan tinggi saja, dirasa sulit kala itu. Namun, seiring dengan perjuangan
dan kerja keras tanpa henti, Andrea mampu meraih sukses sebagai penulis
sumber foto : Museun kata Gantong
masa kecilnya yang penuh dengan keperihatinan.
Lalu bagaimana sebenarnya sosok novelis best seller ini?
Wajah pria berambut
ikal itu nampak sumringah. Senyum selalu mengembang di wajahnya. Rona
kebahagiaan gelak tawa dan senyuman selalu menjadi penghias obrolan. Tak
segan-segan, pria bernama lengkap Andrea Hirata tersebut bercerita tentang
kisah perjalanan hidupnya hingga mampu meraih sukses sebagai seorang penulis
novel yang laris manis bak kacang goreng. Selain meraih kesuksesan dengan
larisnya buku yang ia tulis, Andrea juga patut berbangga hati karena novel ‘Laskar
Pelangi’ telah diangkat ke layar lebar oleh dua pembuat film jempolan, Mira
Lesmana dan Riri Riza.
Kendati sudah meraih
sukses melalui novel Laskar Pelangi, Andrea masih merasa sebagai Andrea
Hirata kecil yang kerap dipanggil dengan julukan “Ikal”. Perjalanan hidup
Andreasebenarnya memang tak jauh berbeda dengan apa yang diceritakan di
dalam novel. Ia hanyalah anak kampung yang ingin meraih cita-cita setinggi
langit. Itulah yang kemudian menjadi motivasi terbesar Andrea untuk mengukir
pretasi di bidang tulis-menulis. Semangat belajar Andrea kecil memang
sangat menggebu-gebu. Tekadnya kala itu, ia tak ingin menjadi anak kampung yang
bodoh dan tak memiliki harapan di masa depan. Dengan tekad tersebut, perjuangan
kerasnya mengantarkan Andrea menuju dunia sastra yang kemudian membesarkan
namanya. Kini, siapa tak kenal dengan nama Andrea Hirata. Hampir semua penyuka
novel dan penggemar film layar lebar mengagumi sosok penulis berambut ikal ini.
Sang Pemimpi. Andrea Hirata sendiri
merupakan anak keempat dari pasangan Seman Said Harunayah dan NA Masturah. Ia
dilahirkan di sebuah desa yang termasuk desa miskin dan letaknya yang
cukup terpelosok di pulau Belitong pada 24 Oktober 35 tahun silam. Tinggal di
sebuah desa dengan segala keterbatasan memang cukup mempengaruhi pribadi Andrea
sedari kecil. Ia mengaku lebih banyak mendapatkan motivasi dari keadaan di
sekelilingnya yang banyak memperlihatkan keperihatinan. Nama Andrea Hirata
sebenarnya bukanlah nama pemberian dari kedua orang tuanya. Sejak lahir ia
diberi nama Aqil Barraq Badruddin. Merasa tak cocok dengan nama tersebut,
Andrea pun menggantinya dengan Wadhud. Akan tetapi, ia masih merasa terbebani
dengan nama itu. Alhasil, ia kembali mengganti namanya dengan Andrea Hirata
Seman Said Harun sejak ia remaja.
“Andrea diambil dari
nama seorang wanita yang nekat bunuh diri bila penyanyi pujaannya, yakni Elvis
Presley tidak membalas suratnya,” ungkap Andrea. Sedangkan Hirata sendiri
diambil dari nama kampung dan bukanlah nama orang Jepang seperti anggapan orang
sebelumnya. Sejak remaja itulah, pria asli Belitong ini mulai menyandang nama
Andrea Hirata. Andrea tumbuh seperti halnya anak-anak kampung lainnya. Dengan
segala keterbatasan, Andrea tetap menjadi anak periang yang sesekali berubah
menjadi pemikir saat menimba ilmu di sekolah. Selain itu, ia juga kerap
memiliki impian dan mimpi-mimpi di masa depannya.
Seperti yang diceritakannya
dalam novel Laskar Pelangi, Andrea kecil bersekolah di sebuah
sekolah yang kondisi bangunannya sangat mengenaskan dan hampir rubuh. Sekolah
yang bernama SD Muhamadiyah tersebut diakui Andrea cukuplah memperihatinkan.
Namun karena ketiadaan biaya, ia terpaksa bersekolah di sekolah yang bentuknya
lebih mirip sebagai kandang hewan ternak. Kendati harus menimba ilmu di
bangunan yang tak nyaman, Andrea tetap memiliki motivasi yang cukup besar untuk
belajar. Di sekolah itu pulalah, ia bertemu dengan sahabat-sahabatnya yang
dijuluki dengan sebutan Laskar Pelangi.
Peran Bu Muslimah. Di SD Muhamadiyah pula, Andrea bertemu dengan seorang guru yang
hingga kini sangat dihormatinya, yakni NA (Nyi Ayu) Muslimah. “Saya menulis
buku Laskar Pelangi untuk Bu Muslimah. Kegigihan Bu Muslimah untuk mengajar
siswa yang hanya berjumlah tak lebih dari 11 orang itu ternyata sangat berarti
besar bagi kehidupan Andrea. Perubahan dalam kehidupan Andrea, diakuinya tak
lain karena motivasi dan hasil didikan Bu Muslimah. Sebenarnya di Pulau
Belitong ada sekolah lain yang dikelola oleh PN Timah. Namun, Andrea tak berhak
untuk bersekolah di sekolah tersebut karena status ayahnya yang masih
menyandang pegawai rendahan. “Novel yang saya tulis merupakan memoar
tentang masa kecil saya, yang membentuk saya hingga menjadi seperti
sekarang,” Andrea yang memberikan royalti novelnya kepada perpustakaan sebuah
sekolah miskin ini.
sumber foto : Museum kata gantong
Tentang sosok Muslimah, Andrea menganggapnya sebagai seorang
yang sangat menginspirasi hidupnya. “Perjuangan kami untuk mempertahankan
sekolah yang hampir rubuh sangat berkesan dalam perjalanan hidup saya,” ujar
Andrea. Berkat Bu Muslimah, Andrea mendapatkan dorongan yang membuatnya mampu
menempuh jarak 30 km dari rumah ke sekolah untuk menimba ilmu. Tak heran, ia
sangat mengagumi sosok Bu Muslimah sebagai salah satu inspirator dalam
hidupnya. Menjadi seorang penulis pun diakui Andrea karena sosok Bu Muslimah.
Sejak kelas 3 SD, Andrea telah membulatkan niat untuk menjadi penulis yang menggambarkan
perjuangan Bu Muslimah sebagai seorang guru. “Kalau saya besar nanti, saya akan
menulis tentang Bu Muslimah,” Merantau
ke Jakarta. Setelah menyelesaikan pendidikan di kampung
halamannya, Andrea lantas memberanikan diri untuk merantau ke Jakarta selepas
lulus SMA. Kala itu, keinginannya untuk menggapai cita-cita sebagai seorang
penulis dan melanjutkan ke bangku kuliah menjadi dorongan terbesar untuk hijrah
ke Jakarta. Saat berada di kapal laut, Andrea mendapatkan saran dari sang
nahkoda untuk tinggal di daerah Ciputat karena masih belum ramai ketimbang di
pusat kota Jakarta. Dengan berbekal saran tersebut, ia pun menumpang sebuah bus
agar sampai di daerah Ciputat. Namun, supir bus ternyata malah mengantarkan
dirinya ke Bogor. Kepalang tanggung, Andrea lantas memulai kehidupan barunya di
kota hujan tersebut.
Beruntung bagi dirinya,
Andrea mampu memperoleh pekerjaan sebagai penyortir surat di kantor pos Bogor.
Atas dasar usaha kerasnya, Andrea berhasil melanjutkan pendidikannya di
Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Merasakan bangku kuliah merupakan
salah satu cita-citanya sejak ia berangkat dari Belitong. Setelah menamatkan
dan memperoleh gelar sarjana, Andrea juga mampu mendapatkan beasiswa untuk
melanjutkan pendidikan S2 Economic Theory di Universite de
Paris, Sorbonne, Perancis dan Sheffield Hallam University, Inggris. Berkat
otaknya yang cemerlang, Andrea lulus dengan status cum laude dan
mampu meraih gelar Master Uni Eropa.
Sekembalinya ke tanah
air, Andrea bekerja di PT Telkom tepatnya sejak tahun 1997. Mulailah ia bekerja
sebagai seorang karyawan Telkom. Kini, Andrea masih aktif sebagai seorang
instruktur di perusahaan telekomunikasi tersebut. Selama bekerja, niatnya
menjadi seorang penulis masih terpendam dalam hatinya. Niat untuk menulis
semakin menggelora setelah ia menjadi seorang relawan di Aceh untuk para korban
tsunami. “Waktu itu saya melihat kehancuran akibat tsunami, termasuk kehancuran
sekolah-sekolah di Aceh,” kenang pria yang tak memiliki latarbelakang sastra
ini.
Tiga Minggu untuk Laskar Pelangi. Kondisi
sekolah-sekolah yang telah hancur lebur lantas mengingatkannya terhadap masa
lalu SD Muhamadiyah yang juga hampir rubuh meski bukan karena bencana alam.
Ingatan terhadap sosok Bu Muslimah pun kembali membayangi pikirannya.
Sekembalinya dari Aceh, Andrea pun memantapkan diri untuk menulis tentang
pengalaman masa lalunya di SD Muhamadiyah dan sosok Bu Muslimah. “Saya
mengerjakannya hanya selama tiga minggu,” aku pria yang berulang tahun pada 24
Oktober ini.
Naskah setebal 700
halaman itu lantas digandakan menjadi 11 buah. Satu kopi naskah tersebut
dikirimkan kepada Bu Muslimah yang kala itu tengah sakit. Sedangkan sisanya
dikirimkan kepada sahabat-sahabatnya dalam Laskar Pelangi. Tak
sengaja, naskah yang berada dalam laptop Andrea dibaca oleh salah satu rekannya
yang kemudian mengirimkan ke penerbit. Bak gayung bersambut, penerbit pun
tertarik untuk menerbitkan dan menjualnya ke pasar. Tepatnya pada Desember
2005, buku Laskar Pelangi diluncurkan ke pasar secara resmi.
Dalam waktu singkat, Laskar Pelangi menjadi bahan pembicaraan
para penggemar karya sastra khususnya novel. Dalam waktu seminggu, novel
perdana Andrea tersebut sudah mampu dicetak ulang. Bahkan dalam kurun waktu
setahun setelah peluncuran, Laskar Pelangi mampu terjual
sebanyak 200 ribu sehingga termasuk dalam best seller. Hingga saat
ini, Laskar Pelangi mampu terjual lebih dari satu juta
eksemplar.
Penjualan Laskar Pelangi semakin merangkak naik
setelah Andrea muncul dalam salah satu acara televisi. Bahkan penjualannya
mencapai 20 ribu dalam sehari. Sungguh merupakan suatu prestasi tersendiri bagi
Andrea, terlebih lagi ia masih tergolong baru sebagai seorang penulis novel. Padahal
Andrea sendiri mengaku sangatlah jarang membaca novel sebelum menulis Laskar
Pelangi. Suksesdengan Laskar Pelangi, Andrea kemudian kembali
meluncurkan buku kedua, Sang Pemimpi yang terbit pada Juli
2006 dan dilanjutkan dengan buku ketiganya,Edensor pada Agustus
2007. Selain meraih kesuksesan dalam tingkat penjualan, Andrea juga meraih
penghargaan sastra Khatulistiwa Literary Award (KLA) pada
tahun 2007.
Lebaran di Belitong. Kini, Andrea sangat disibukkan dengan kegiatannya menulis dan
menjadi pembicara dalam berbagai acara yang menyangkut dunia sastra.
Penghasilannya pun sudah termasuk paling tinggi sebagai seorang penulis. Namun
demikian, beberapa pihak sempat meragukan isi dari novelLaskar Pelangi yang
dianggap terlalu berlebihan. “Ini kannovel, jadi wajar seandainya
ada cerita yang sedikit digubah,” ungkap Andrea yang memiliki impian tinggal di
Kye Gompa, desa tertinggi di dunia yang terletak di pegunungan Himalaya.
Kesuksesannya sebagai seorang penulis tentunya membuat Andrea bangga dan
bahagia atas hasil kerja kerasnya selama ini.
Meski disibukkan
dengan kegiatannya yang cukup menyita waktu, Andrea masih tetap mampu
meluangkan waktu untuk mudik di saat Lebaran lalu. Bahkan bagi Andrea, mudik ke
Belitong di saat Lebaran adalah wajib hukumnya. “Orang tua saya sudah sepuh,
jadi setiap Lebaran saya harus pulang,” ujar Andrea dengan tegas. Di Belitong,
Andrea melakukan rutinitas bersilaturahmi dengan orang tua dan kerabat lainnya
sembari memakan kue rimpak, kue khas Melayu yang selalu hadir pada saat
Lebaran. Kendati perjalanan ke Belitong tidaklah mudah, karena pilihan
transportasi yang terbatas, Andrea tetap saja harus mudik setiap Lebaran
tiba. Terlebih lagi, bila ia tak kebagian tiket pesawat ke Bandara Tanjung
Pandan, Pulau Belitong, maka mau tak mau Andrea harus menempuh 18 jam
perjalanan dengan menggunakan kapal laut.
Perasaan bangga dan
bahagia semakin dirasakan Andrea tatkala Laskar Pelangi diangkat
menjadi film layar lebar oleh Mira Lesmana dan Riri Riza. “Saya percaya dengan
kemampuan mereka,” ujarnya tegas. Apalagi, film Laskar Pelangi juga
sempat ditonton oleh orang nomor satu di negeri ini, Susilo Bambang Yudhoyono
beberapa waktu lalu. “Kini Laskar Pelangimemiliki artikulasi yang
lebih luas daripada sebuah buku. Nilai-nilai dalam Laskar Pelangi menjadi
lebih luas,”
Meraih kesuksesan memang selalu dibarengi dengan berbagai
halangan yang melintang. Hal itulah yang juga dialami oleh Andrea Hirata.
Selama ini, Andreamemang sangat menjaga privasi kehidupan pribadinya termasuk
kehidupan asmara. “Bagi saya, kehidupan pribadi itu nggak penting,
yang penting itu karya-karya saya,” ujar Andrea sembari tersenyum. Meski
demikian, ia mengaku masih melajang hingga kini. Statusnya tersebut diakui
Andrea karena memang belum waktunya untuk mendapatkan pendamping hidup yang
cocok.
Kabar miring pun
berdatangan ke dalam kehidupannya seiring dengan kesuksesan yang telah
diraihnya. Bahkan pengakuan dari seorang wanita tak dikenal yang mengaku pernah
menjadi istrinya pun sudah menjadi kabar miring yang dianggap Andrea sebagai
angin lalu saja. “Kabar itu sebenarnya sudah ada sejak beberapa tahun lalu,”
ungkap Andrea. “Kalau seperti itu sihbiasa di dalam dunia bisnis,”
lanjutnya singkat tanpa memberikan penjelasan.
Bagi Andrea, yang
terpenting sekarang adalah bagaimana prestasi karya-karyanya yang menyemarakkan
dunia novel tanah air. Tak heran, beberapa waktu lalu ia mengaku telah
menyelesaikan novel terbarunya yang merupakan seri terakhir dari tetralogi Laskar
Pelangi, berjudul Maryamah Karpov. “
Artikel
Giyantoro (14)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar