Senin, 14 November 2016

Jack, "Juru" Pendidikan dari Bumi Parahyangan




Jatinangor, (14/11/2016) Undang Suryaman atau biasa dipanggil Jack oleh masyarakat sekitar merupakan sosok sederhana dengan dedikasi luar biasa di bidang pendidikan, lahir 40 tahun yang lalu, sehari-hari Jack bekerja sebagai juru parkir di Kampus Fikom Unpad Jatinangor, telah belasan tahun Jack menjadi juru parkir disana. Gayanya yang nyentrik dengan Kacamata hitam bertengger di hidungnya, jaket pendek dengan banyak kantong membungkus tubuhnya nan kecil, sebuah tas melingkar di pinggangnya. Tak lupa peluit menjadi pelengkap ‘seragam dinasnya’.


Jack adalah pribadi yang lembut, peduli, dan ramah. Sejak 5 tahun belakangan, Jack bersama keluarga memutuskan mendirikan TK dan TPA untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu di sekitar tempat tinggalnya. Rumah kecil milik ibu mertuanya, diubah menjadi TK dan TPA Araudhatul Jannah. Dirumah tersebut sudah lebih dari 50 murid TK dan lebih dari 100 puluh lebih murid TPA menuntut ilmu secara gratis.

Jack melihat anak-anak di lingkungan sekitarnya banyak yang tidak sekolah karena terkendala ekonomi, umumnya anak-anak tersebut bekerja dari pagi hingga sore membantu orang tuanya bekerja maupun menjadi seniman jalanan demi kelangsungan hidupnya. Jack berpikir bagaimana caranya mereka bisa sekolah tanpa biaya. Jack tak mau mereka merasakan hal yang sama seperti dirinya yang tidak sekolah karena masalah ekonomi, hingga hanya tamat SD. Jack mengaku mulai mendirikan sekolah dengan modal nekat, dengan niat kuat yang Jack miliki. tak pendidikan yang bagus, tak punya uang yang banyak, dan tak punya kenalan hebat yang dapat membantunya mendirikan sekolah. Namun, niat itu segera ditunaikan. Menurut Jack, tak perlu jadi orang kaya dulu jika ingin berbagi.

Saat ini, TK Araudhatul Jannah masih menumpang di sekolah Taman Alquran Jawa Barat di Gunung Sembung, Komplek Madani karena belum memiliki tanah hibah untuk mendirikan yayasan. Akan tetapi, sekolah tetap ramai, bahkan lorong-lorong rumah pun dimanfaatkan untuk anak-anak belajar. Jack, membagi waktu belajar menjadi 2 shift. Pagi sekolah dipakai untuk siswa TK, sehabis maghrib dipakai untuk TPA yang terdiri dari anak SD, SMP, dan SMA. Ia memiliki 5 pengajar ibu-ibu untuk TK dan 7 pengajar untuk TPA yang semuanya tak dibayar. Jack sendiri ikut membina 3 guru TPA yang masih SMA. Menurutnya, para pengajar tak digaji. Mereka hanya menerima sekitar Rp 70-80 ribu per bulan jika ada infak sisa beli kebutuhan siswa. Bahkan, ketika sisanya sedikit, mereka gunakan untuk masak dan makan bersama.

Jack berharap suatu saat sekolah rumahannya tumbuh besar, dapat melahirkan generasi – generasi yang peduli terhadap dunia pendidikan, terutama anak-anak yang merupakan cikal bakal penerus bangsa Indonesia ini.


Oleh: Sigit Pratama
          Pranata Humas Terampil Angkatan 2


Tidak ada komentar:

Posting Komentar