Senin, 14 November 2016

Manfaatkan Trotoar Sesuai Fungsinya

Artikel

Ironis! Hingga saat ini masih banyak orang tidak menghargai kepentingan umum. Kondisi ini dapat dilihat dan ditemui dalam kehidupan sehari-hari, contohnya mengenai pemanfaatan trotoar. Cukup banyak fasilitas umum ini disalahgunakan pemanfaatannya, sehingga merugikan pengguna pejalan kaki.

Realita ini kerapkali terjadi di sekitar pusat keramaian, seperti pasar, mall dan pusat keramaian lainnya. Trotoar dimanfaatkan sebagai lahan menggelar dagangan dan lahan parkir. Ini seharusnya tak boleh terjadi, sebab kepentingan pengguna jalan menjadi terganggu. Akibatnya dapat meningkatkan risiko terjadi kecelakaan bagi pejalan kaki.

Kondisi ini sulit diatasi, sebab pemandangan seperti itu masih banyak terlihat. Bahkan ada beberapa perusahaan besar ikut menyalahgunakan pemanfaatan trotoar. Fasilitas tersebut disulap menjadi lahan parkir. Padahal ini merupakan jalan protokol yang sangat ramai dilintasi kendaraan. Jika pejalan kaki menggunakan bahu jalan dalam kondisi arus lalu lintas ramai, tentunya sangat berbahaya. Siapa yang akan bertanggung jawab terhadap keselamatan pejalan kaki?

Jangan pandang persoalan di atas sebagai masalah biasa dan tak perlu dicarikan jalan keluar. Pemerintah sudah cukup banyak mengeluarkan aturan mengenai persoalan ini. Pantuhi! Jangan sampai produk hukum yang dibuat menggunakan anggaran besar tidak dijadikan sebagai koridor dalam menjalankan kehidupan sosial.

Penegak aturan jangan berdiam diri, karena penggunaan fasilitas umum yang tidak sesuai peruntukkannya sudah pasti merugikan orang lain. Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) menyebutkan trotoar merupakan salah satu fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan di antara fasilitas-fasilitas lainnya seperti: lajur sepeda, tempat penyeberangan pejalan kaki, halte, dan/atau fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia lanjut.

Selanjutnya, ayat (2) pasal sama menyebutkan penyediaan fasilitas pendukung sebagaimana dimaksud ayat (1) diselenggarakan oleh, pemerintah untuk jalan nasional; pemerintah provinsi untuk jalan provinsi; pemerintah kabupaten untuk jalan kabupaten dan jalan desa; pemerintah kota untuk jalan kota; dan badan usaha jalan tol untuk jalan tol.

Selain itu, dalam membangun fasilitas umum hendaknya dapat memperhatikan kepentingan kaum difabel. Contohnya saja, terkadang trotoar dibangun tidak memperhatikan faktor-faktor kemanusiaan, dengan bangunan menggunakan tangga tinggi. Jangankan digunakan kaum difabel, orang dengan kondisi tubuh normalpun ‘capek’ menggunakannya.

Ketersediaan trotoar menjadi hak pejalan kaki dan ini diamanatkan dalam Pasal 131 ayat (1) UU LLAJ. Artinya, trotoar diperuntukkan bagi pejalan kaki. Pasal ini sangat tegas menjelaskan, selanjutnya harus dipahami. Pasal 28 ayat (2) UU LLAJ juga menyebutkan, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan.

Terdapat dua macam sanksi dapat dikenakan pada pengguna trotoar sebagai milik pribadi dan mengganggu pejalan kaki. Penyalagunaan trotoar dapat ancaman pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Nah, bagaimana? Tak takutkah dengan sanksi tersebut.

Selain itu setiap orang yang melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki dan alat pengaman pengguna jalan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (PP Jalan) menekankan tentang bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan. Fungsi trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki ditegaskan dalam Pasal 34 ayat (4). Jadi pada dasarnya fungsi trotoar tidak boleh diselewengkan, termasuk dimiliki secara pribadi.

Banyak aturan dapat dijadikan koridor atau payung hukum agar persoalan penyalagunaan pemanfaatan trotoar tidak berlarut-larut. Perlu dicari solusi dan mungkin harus distrategikan dalam menyosialisasikan undang-undang mengenai lalu lintas jalan raya dan peraturan pemerintah tentang jalan.

Selain itu perlu membangkitkan kesadaran masyarakat agar dapat menghargai hak-hak orang lain. Jangan sampai untuk memenuhi kepentingan pribadi atau golongan, lalu mengorbankan kepentingan orang banyak. Intinya, dalam menyosialisasikan produk hukum harus dikemas sesuai segmentasi.

Sebagus apapun produk hukum, akan tidak berguna jika tanpa dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat. Selain itu, perorangan, perusahaan atau pelaku bisnis yang menggunakan atau menyalahgunakan fungsi trotoar, hendaknya segera sadar. Selanjutnya kembalikan fungsi trotoar sesuai fungsinya.

Huzari | Diskominfo Babel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar